Breaking

Tuesday, July 14, 2015

MASDAR 11



BERPENTAS DI ATAS PANGGUNG KECIL
MASDAR 11



Dengan menyebut Nama Dzat penguasa langit, pencipta galaksi Bima Sakti dan seisinya Maha Besar Engkau, begitulah seharusnya kami mengingatnya sehingga kita tak lagi menegakan kepala, berjalan dengan angkuh diatas muka bumi ini. Begitulah seharusnya kami memujimu menyadari Haqul Yaqin kami kecil dihadapan Allah.  Shalawat dan Salam tercurah bagi the chosen one nabi yang Mulia Muhammad saw. Nabi yang ketika malaikat maut hendak menjemputnya ia masih memanggil kita ( ummati, ummati, ummati ) hatinya basah dengan doa dan kecintaan kepada kita, sayangnya kita sering lupa dan lebih mengidolakan  mereka para Penjual Aurat.
Dua tahun yang silam di tanah ini, tanah Darussalam kami membawa lembaran scenario dengan  karakter tokoh yang berbeda satu sama lain, tokoh jenaka, periang, pemarah, pendiam dsb. Bahkan terkadang ada yang terpaksa memerankan beberapa tokoh yang baru dalam panggung kehidupannya. Kami di satukan dalam satu panggung pentas yang minim cahaya gemerlap seperti seharusnya. Tak ada sorakan penonton atau tepuktangan, kami semua berdiri disana tanpa sutradara. Panggung itu kami berinama MASDAR 11.
Begitulah kami dengan kekuaasaanNya disatukan di Panggung Kecil MASDAR 11. Diawal pementasan semester 1 sebagian kami telah saling menunjukan karakter penokohan masing-masing. Lembaran scenario saat itu ditukar dengan tokoh yang lain, lembaran kisah dihamburkan disana dan siapapun bebas membacanya. Menangislah kami, tersenyumlah kami,  dan tertawalah membaca lembaran sejarah para sahabat baru kami. Maha besar Allah ternyata kisah kami jelas tak sama, karakter kami lahir dari tempat, sejarah dan scenario hidup yang sangat panjang. Diantara kami mulai saling membisikan siapa sebenarnya dirinya, impiannya, tujuan dan arah cerita yang diinginkan. Panggung kecil kamipun saat itupun ramai dengan kata AKU, aku kecil, aku besar, aku cantik, aku pintar, aku dari sana, aku dari sini dan sebagainya.
Panggung kami memang berwarna kaya corak dan motif adakalanya warna merah tak mau menyatu dengan warna putih, tetapi terkadang warna putih hanya ingin terus bersama warna hitam, sesekali kami bergerombol tanpa identitas warna merubah identitas warna disekitarnya. Ketika semua lembaran kisah telah selesai disebarkan dan telah kembali kepada pemiliknya tak sedikit hati-hati kami saling mengagumi, memuji, menyayangi bahkan mungkin cinta. Lucu memang, semua orang dalam panggung kecil saat itu sering sekali  bertukar cacian, bahkan ejekan yang sama sekali tak membuat kami semakin jauh, entahlah mungkin panggung kami terlalu sempit untuk menumbuhkan duri permusuhan atau kebencian. Gelak tawa sepertinya rajin sekali menemani, sebagai pengganti tepuk tangan para penonton. Biarlah panggung kami ramai dengan gemerlap rasa yang kami buat di atasnya, biarlah panggung kami sepi dari kedengkian benci dan serakah.
Subhanallah Maha Suci Allah penguasa hati-hati kami, semester dua-tiga kami mulai menata panggung kami merapikannya agar terlihat indah, sesekali mengisinya dengan ceramah, dilain waktu kami mengisinya dengan berdiskusi, kadang-kadang kami berdendang dengan bait-bait syair dan nada. Panggung kecil kami perlahan dikenal megah, tak tertandingi siapapun mengenal kami dengan takjub.  Lihatlah betapa hebatnya kebersamaan saat itu, kami tak pernah merasa sendiri, karena panggung kita kecil tak ada yang bisa menghalangi pandangan satu sama lain ketika sebagian dari kami menangis atau tersenyum, bersedih atau tertawa. Jika setetes air mata jatuh ratusan air mata kami akan turut jatuh pula karena kami merasakannya dan karena kami melihatnya. Sekali lagi karena panggung kami kecil sehingga kami begitu dekat, kami sangat jelas melihat jika sahabat kami tersenyum diatas panggung sehingga tak ada satupun yang tak akan ikut tersenyum. Alangkah anehnya dan buruknya panggung kami jika ada tetesan air mata terjatuh dan sebagian kami malah tertawa. Panggung kami tak terbiasa diisi dengan karakter tokoh-tokoh antagonis . panggung kecil itu telah mengajarkan arti persaudaraan . Bagaimana tidak, kami saling ejek seperti kakaknya kepada sang adik, kami saling menasehati seperti Ibu kepada anaknya, kadang kami memarahi dan membentak seperti seorang ayah kepada keluarganya semuanya lahir dengan sendirinya dari sebuah rasa yang sangat dekat yaitu Ukhuwah. Sekali lagi Panggung kami terlalu sempit untuk saling membiarkan, terlalu sempit untuk tak saling menasehati dan memperdulikan satu sama lain. Biarkanlah sampai kapanpun panggung kami akan selalu kecil tapi para pemeran diatasnya adalah tokoh-tokoh hebat yang hidupnya akan menjadi subjek perubahan dan kemajuan bukan menjadi objek perubahan yang hanya menjadi penonton semata.
Kini sepertinya panggung pertunjukan ini telah hampir selesai, kami harus mulai berkemas, berbenah untuk turun dari panggung. Mungkin saat inilah ( semester 6 ) saatnya mengumpulkan kembali lembaran impian yang dulu kami catat di awal. Saat inilah waktunya mengambil scenario hidup yang kita inginkan, menentukan impian dan pengabdian dari Ilmu pembelajaran di atas panggung sana.  Kita mungkin saja akan turun dari panggil kecil ini, tapi sebenarnya kita menuju panggung yang lebih besar pengabdian kepada Masyarakat . disanalah mata kita akan dilatih mencari siapa yang benar-benar bisa di datangi untuk dipermudah kehidupannya. Di panggung besar itulah Telinga kita akan dilatih mendengar jeritan-jeritan ketidak adilan dan kedzoliman. Di panggung tersebut kita juga akan dilatih merasakan hati-hati yang haus akan pencerahan dan arahan. Bukan panggung kecil lagi, bukan panggung sempit lagi, akan banyak tokoh antagonis disana yang tak pernah kita temukan, banyak tokoh pura-pura banyak sekali tokoh munafik, banyak sekali tokoh penjilat dan penyebar fitnah. Jangan pernah mau menjadi bagian dari karakter tokoh mereka biarkan tokoh yang terbangun di panggung kecil ini terbawa di panggung besar sampai kapanpun . Mulai saat ini berpegang teguhlah kepada sutradara kehidupan sebenar-benarnya yaitu SYARIAT. Bukankan kita telah memampangnya dipunggung punggung kita bukankah kita sering meneriakannya atau bahkan membisikannya di hati-hati kita yang sunyi bahwa “ tanpa syariat dunia kiamat tegakan syariat dunia selamat”. Sutradara inilah yang seharusnya mengatur kita semua, saat di panggung kecil, kemudian panggung besar (masyarakat) dan terakhir panggung sesungguhnya yang disana tiada lagi kepura-puraan abadi dan kekal disana AKHIRAT. Jika kita berhasil menjadi tokoh yang turut kepada sutradara ( syariat ) maka bahagialah selamanya. Jika tidak maka bersiaplah menjadi orang yang paling merugi.
Sampai saat ini kita masih di atas panggung ini MASDAR 11, sudah lama kita berdesakan di sini sudah lama kita tampil bersama dipanggung ini. Rasanya seperti kemarin kami bertukar nama dan kini kita telah bertukar hati kita, membagikannya layaknya saudara. Saling mendalami karakter masing-masing, memahami dan menemukan hal unik dan baru yang bisa dipelajari. Jika ada kekurangan disalah satunya maka kami menutupinya jika ada keunggulan dan kelebihan kami membagikannya. Andai Allah bukan Maha pengampun, dosa-dosa diantara kami mungkin sudah menenggelamkan seluruh dunia ini, banyak sekali tak terhitung. Sekali lagi mungkin panggung kami terlalu sempit sehingga terkadang kepala diantara kami terinjak oleh kaki-kaki saudara kami yang lain, sikut-sikut tumpul kami terkadang menyangkut diatas dada-dada saudara kami yang lain hingga menyesakan, atau bahkan lidah-lidah tak bertulang kami menyayat hati saudara-saudaranya yang lain hingga perih terasa. Maafkan dan saling memaafkan seharusnya, memaklumi seharusnya maklumi panggung kami sempit. Sangat sempit.
Semoga tulisan ini suatu saat akan mengingatkan kita saat bersama berdesakan di panggung kecil di Darussalam yang kata nya ranah damai ( KATANYA ), semoga tulisan ini menjadi gambaran dari cita-cita besar MASDAR 11 “ pererat ukhuwah perbanyak amaliyah untuk menjadi mahasiswa mandiri dan berprestasi” . terakhir terurai doa semoga saudara-saudara semuanya akan menjadi tokoh yang tidak hanya ditulis harum diatas ijazah, sertifikat, transkrip nilai, bintang jasa, jabatan dan piagam penghargaan lainnya. Biarlah sang produser ( Allah swt ) yang membalas dan menghargai semua kebaikan kita kekal selamanya . AMIN

No comments:

Post a Comment

Silahkan Beri Komentar atau Kritik dan Saran. !