BERPENTAS DI ATAS PANGGUNG KECIL
MASDAR 11
Dengan menyebut Nama Dzat penguasa langit, pencipta
galaksi Bima Sakti dan seisinya Maha Besar Engkau, begitulah seharusnya kami
mengingatnya sehingga kita tak lagi menegakan kepala, berjalan dengan angkuh
diatas muka bumi ini. Begitulah seharusnya kami memujimu menyadari Haqul
Yaqin kami kecil dihadapan Allah. Shalawat
dan Salam tercurah bagi the chosen one nabi yang Mulia Muhammad saw.
Nabi yang ketika malaikat maut hendak menjemputnya ia masih memanggil kita ( ummati,
ummati, ummati ) hatinya basah dengan doa dan kecintaan kepada kita, sayangnya
kita sering lupa dan lebih mengidolakan
mereka para Penjual Aurat.
Dua tahun yang silam di tanah ini, tanah Darussalam
kami membawa lembaran scenario dengan karakter tokoh yang berbeda satu sama lain, tokoh
jenaka, periang, pemarah, pendiam dsb. Bahkan terkadang ada yang terpaksa
memerankan beberapa tokoh yang baru dalam panggung kehidupannya. Kami di
satukan dalam satu panggung pentas yang minim cahaya gemerlap seperti
seharusnya. Tak ada sorakan penonton atau tepuktangan, kami semua berdiri
disana tanpa sutradara. Panggung itu kami berinama MASDAR 11.
Begitulah kami dengan kekuaasaanNya disatukan di
Panggung Kecil MASDAR 11. Diawal pementasan semester 1 sebagian kami telah
saling menunjukan karakter penokohan masing-masing. Lembaran scenario saat itu
ditukar dengan tokoh yang lain, lembaran kisah dihamburkan disana dan siapapun
bebas membacanya. Menangislah kami, tersenyumlah kami, dan tertawalah membaca lembaran sejarah para
sahabat baru kami. Maha besar Allah ternyata kisah kami jelas tak sama,
karakter kami lahir dari tempat, sejarah dan scenario hidup yang sangat panjang.
Diantara kami mulai saling membisikan siapa sebenarnya dirinya, impiannya,
tujuan dan arah cerita yang diinginkan. Panggung kecil kamipun saat itupun
ramai dengan kata AKU, aku kecil, aku besar, aku cantik, aku pintar,
aku dari sana, aku dari sini dan sebagainya.
Panggung kami memang berwarna kaya corak dan motif
adakalanya warna merah tak mau menyatu dengan warna putih, tetapi terkadang
warna putih hanya ingin terus bersama warna hitam, sesekali kami bergerombol
tanpa identitas warna merubah identitas warna disekitarnya. Ketika semua
lembaran kisah telah selesai disebarkan dan telah kembali kepada pemiliknya tak
sedikit hati-hati kami saling mengagumi, memuji, menyayangi bahkan mungkin
cinta. Lucu memang, semua orang dalam panggung kecil saat itu sering sekali bertukar cacian, bahkan ejekan yang sama
sekali tak membuat kami semakin jauh, entahlah mungkin panggung kami terlalu
sempit untuk menumbuhkan duri permusuhan atau kebencian. Gelak tawa sepertinya
rajin sekali menemani, sebagai pengganti tepuk tangan para penonton. Biarlah
panggung kami ramai dengan gemerlap rasa yang kami buat di atasnya, biarlah
panggung kami sepi dari kedengkian benci dan serakah.
Subhanallah Maha Suci Allah penguasa hati-hati kami, semester
dua-tiga kami mulai menata panggung kami merapikannya agar terlihat indah, sesekali
mengisinya dengan ceramah, dilain waktu kami mengisinya dengan berdiskusi,
kadang-kadang kami berdendang dengan bait-bait syair dan nada. Panggung kecil
kami perlahan dikenal megah, tak tertandingi siapapun mengenal kami dengan
takjub. Lihatlah betapa hebatnya
kebersamaan saat itu, kami tak pernah merasa sendiri, karena panggung kita
kecil tak ada yang bisa menghalangi pandangan satu sama lain ketika sebagian
dari kami menangis atau tersenyum, bersedih atau tertawa. Jika setetes air mata
jatuh ratusan air mata kami akan turut jatuh pula karena kami merasakannya dan karena
kami melihatnya. Sekali lagi karena panggung kami kecil sehingga kami begitu
dekat, kami sangat jelas melihat jika sahabat kami tersenyum diatas panggung
sehingga tak ada satupun yang tak akan ikut tersenyum. Alangkah anehnya dan
buruknya panggung kami jika ada tetesan air mata terjatuh dan sebagian kami
malah tertawa. Panggung kami tak terbiasa diisi dengan karakter tokoh-tokoh
antagonis . panggung kecil itu telah mengajarkan arti persaudaraan . Bagaimana tidak,
kami saling ejek seperti kakaknya kepada sang adik, kami saling menasehati
seperti Ibu kepada anaknya, kadang kami memarahi dan membentak seperti seorang
ayah kepada keluarganya semuanya lahir dengan sendirinya dari sebuah rasa yang
sangat dekat yaitu Ukhuwah. Sekali lagi Panggung kami terlalu sempit
untuk saling membiarkan, terlalu sempit untuk tak saling menasehati dan
memperdulikan satu sama lain. Biarkanlah sampai kapanpun panggung kami akan
selalu kecil tapi para pemeran diatasnya adalah tokoh-tokoh hebat yang hidupnya
akan menjadi subjek perubahan dan kemajuan bukan menjadi objek perubahan yang
hanya menjadi penonton semata.
Kini sepertinya panggung pertunjukan ini telah hampir
selesai, kami harus mulai berkemas, berbenah untuk turun dari panggung. Mungkin
saat inilah ( semester 6 ) saatnya mengumpulkan kembali lembaran impian yang
dulu kami catat di awal. Saat inilah waktunya mengambil scenario hidup yang
kita inginkan, menentukan impian dan pengabdian dari Ilmu pembelajaran di atas
panggung sana. Kita mungkin saja akan
turun dari panggil kecil ini, tapi sebenarnya kita menuju panggung yang lebih
besar pengabdian kepada Masyarakat . disanalah mata kita akan dilatih mencari
siapa yang benar-benar bisa di datangi untuk dipermudah kehidupannya. Di
panggung besar itulah Telinga kita akan dilatih mendengar jeritan-jeritan
ketidak adilan dan kedzoliman. Di panggung tersebut kita juga akan dilatih
merasakan hati-hati yang haus akan pencerahan dan arahan. Bukan panggung kecil
lagi, bukan panggung sempit lagi, akan banyak tokoh antagonis disana yang tak
pernah kita temukan, banyak tokoh pura-pura banyak sekali tokoh munafik, banyak
sekali tokoh penjilat dan penyebar fitnah. Jangan pernah mau menjadi bagian
dari karakter tokoh mereka biarkan tokoh yang terbangun di panggung kecil ini
terbawa di panggung besar sampai kapanpun . Mulai saat ini berpegang teguhlah
kepada sutradara kehidupan sebenar-benarnya yaitu SYARIAT. Bukankan kita telah
memampangnya dipunggung punggung kita bukankah kita sering meneriakannya atau
bahkan membisikannya di hati-hati kita yang sunyi bahwa “ tanpa syariat dunia
kiamat tegakan syariat dunia selamat”. Sutradara inilah yang seharusnya
mengatur kita semua, saat di panggung kecil, kemudian panggung besar
(masyarakat) dan terakhir panggung sesungguhnya yang disana tiada lagi kepura-puraan
abadi dan kekal disana AKHIRAT. Jika kita berhasil menjadi tokoh yang turut
kepada sutradara ( syariat ) maka bahagialah selamanya. Jika tidak maka bersiaplah
menjadi orang yang paling merugi.
Sampai saat ini kita masih di atas panggung ini MASDAR
11, sudah lama kita berdesakan di sini sudah lama kita tampil bersama
dipanggung ini. Rasanya seperti kemarin kami bertukar nama dan kini kita telah
bertukar hati kita, membagikannya layaknya saudara. Saling mendalami karakter
masing-masing, memahami dan menemukan hal unik dan baru yang bisa dipelajari. Jika
ada kekurangan disalah satunya maka kami menutupinya jika ada keunggulan dan
kelebihan kami membagikannya. Andai Allah bukan Maha pengampun, dosa-dosa
diantara kami mungkin sudah menenggelamkan seluruh dunia ini, banyak sekali tak
terhitung. Sekali lagi mungkin panggung kami terlalu sempit sehingga terkadang
kepala diantara kami terinjak oleh kaki-kaki saudara kami yang lain,
sikut-sikut tumpul kami terkadang menyangkut diatas dada-dada saudara kami yang
lain hingga menyesakan, atau bahkan lidah-lidah tak bertulang kami menyayat
hati saudara-saudaranya yang lain hingga perih terasa. Maafkan dan saling
memaafkan seharusnya, memaklumi seharusnya maklumi panggung kami sempit. Sangat
sempit.
Semoga tulisan ini suatu saat akan mengingatkan kita
saat bersama berdesakan di panggung kecil di Darussalam yang kata nya ranah
damai ( KATANYA ), semoga tulisan ini menjadi gambaran dari cita-cita besar
MASDAR 11 “ pererat ukhuwah perbanyak amaliyah untuk menjadi mahasiswa mandiri
dan berprestasi” . terakhir terurai doa semoga saudara-saudara semuanya akan
menjadi tokoh yang tidak hanya ditulis harum diatas ijazah, sertifikat,
transkrip nilai, bintang jasa, jabatan dan piagam penghargaan lainnya. Biarlah
sang produser ( Allah swt ) yang membalas dan menghargai semua kebaikan kita
kekal selamanya . AMIN
No comments:
Post a Comment
Silahkan Beri Komentar atau Kritik dan Saran. !